Hari ini masih terdengar jelas semua petuah lantang dari seorang penakluk masa usianya kala itu 70 tahunan itu semua dibuktikan oleh garis-garis kerutan terpampang jelas diwajah tuanya tubuhnya telah renta, tak hanya itu segalam macam cerita masa lalunya telah mempertegas semua itu.
"jangan biarkan bapakmu bekerja terlalu membanting tulang, kalian sekarang sudah besar sudah mampu untuk mengambil alih atau setidaknya mengambil bagian pekerjaan bapak kalian, kasian dia, keadanya sekarang sudah mulai berkeriput" tanda nasehat nenek waktu itu. bapak yang ia maksud itu adalah anak tertua sang nenek itu, walaupun anaknya sudah memiliki 3 orang cucu yang lucu-lucu, bagi nenek itu, bapak itu tetaplah anak-anak baginya, tidak perduli berapapun usia kita, apapun jabatan kita tetaplah anak-anak bagi kedua orang tua kita.
hari terakhir kami bertemua manakala ketika aku sengaja menyempatkan diri untuk berkunjung kesana bukan apa-apa hanya perasaan rindu telah menuntun langkahku kesana, seperti biasa setiap kali kesana adalah dari pintu dapur aku meyelinap kedalam rumah yang hening itu walau sesekali terdengar suara graduk didalam sana itu artinya ada penghuninya disana, ketika aku melemparkan pandang dari pintu masuk itu terlihat sosok tua sedang sibuk dengan sejuta kesibukan yang menjadi rutinitas atau sekedar untuk meyenangkan hatinya saja karna memang nenek tidak betah dengan hanya berdiam diri. bersamanya nampak dua orang balita lucu satu perempuan yang menurut perkiraan saya sekita berusia 3 tahun karna gadis kecil itu sudah pandai berbicara dan yang satunya lagi laki-laki tubuhnya tambun berisi dalam hikmat saya anak itu berusia sekitar 7 sampai delapan bulan usaianya baru bisa merayaplah yang anak balita itu bisa. tangan nenek sibuk menari dengan anyamnanya, sepetinya dia sedang membuat tas kecil dari pipa bekas minuman yang pasti sudah ia kumpulkan dalam waktu yang lama karna perlu sangat banyak itu cukup membuat sebuah tas.nenek itu merawat dan menjaga kedua cucunya itu dengan kasih sayang yang melebihi kedua orang tua anak itu, hanya saja kedua anak itu belum bisa menterjemahkan arti kasih sayang karna mereka dua terlalu muda untuk itu.
sesekali nenek berbicara dengan kedua balita itu, adalah merry cucu yang perempuan dan chico yang satunya lagi, keduanya terlihat begitu aktif dengan kesibukan masing-masing. melihat kedatangan ku si nenek menanyakan dari mana kedatanganku, seperti itulah setiap kali aku datang kesana selalu menanyakan aku habis pergi kemana, lalu pertanyaan kedua adalah apa aku sudah makan atau belum, karena sulit membedakan aku sudah makan ataupun belum bukan karena aku terlihat gemuk ataupun tambun tapi sebaliknya.dan pertanyaan wajib yang ketiga adalah kalau mau minum kopi, gula dan sahabatnya ada di lemari di dekat jendela walau sebenarnya hanya ada satu lemari disana.
pada malam harinya setelah makan malam kami berkumpul di ruangan keluarga, kami bercengrama dengan canda selayaknya keluarga yang sudah lama tidak bersua, sesekali mery kecil melintas dengan sepeda mainnya yang memang sengaja ia mainkan dalam ruang tamu itu, dan terkadang sesekali juga kucing hitam milik nenek juga tidak mau kalah dengan merry ia juga ikut sibuk bermain seolah-olah ia tahu perasaan kami, ia juga merasa bagian dari keluarga itu. dalam hiruk pikuk kegembiran itu aku tawarkan pada nenek dan seisi rumah itu jika tidak salah ada kami tujuh orang, tidak perlu aku defenisikan satu persatu untuk menonton video dokumentasi pertandingan cucu dari nenek itu. sudah barang tentu sang nenek menyambut tawaran ku itu.
nenek duduk dengan ancang-ancang seperti mempersiapkan kuda-kuda ah tidak bukan seperti itu hanya kiasan saja kawan, merry kecil juga tidak mau ketinggal ia juga ingin mengambil bagian walau ia malu-malu duduk bersembunyi dibelakang nenek. video dokumentasi pertandingan kejuaraan cucu nenek itupun mulai, durasi pertandingan itu sekitar 4 menit saja namun bagi nenek 4 menit itu sangat menegangkan karna nampak jelas di video itu sang cucu beradu jotos dengan lawan tandingnya. dan pada menit terakhir wasit menyatakan sang cucu menang, dan walaupun wasit tidak memberitahukan pada nenek ia juga tahu kalau cucunya lah pemenangnya, . karna nampak jelas kalau lawan cucuny tergeletah di matras, malam itu banyak sekali video-vide yang kami tonton seningga bateri ngdrop. malam itu mereka habiskan dengan berbagai macam carita sehingga mereka terlena oleh buaian malam dan senyap dalam dekapan langit malam.
menjelang siang hari aku menyempatkan diri untuk main kerumah tetangga sebelah yang hanya berjarak sekitar lima puluh meter dari rumah nenek, kami duduk diteras rumah berlantai dua itu, bapak pemilik rumah itu ada aku panggil apai (bapak angkat) ada juga inai dan yang satunya lagi kakak dari nenek namanya Rabiah, menjelang sore hari ditengah cerita kami nampak melintas nenek membawa sebuah takin digantung di bahunya kepalanya tertutup selembar handuk agar sengatan matahari tidak langsung menancap kedalam ubun-ubunnya. nenek itu mengatatakan akan mengambil kayu bakar yang sudah sudah ia kumpulkan beberapa minggu lagu, kayu itu bekas dari pembersihan lahan disekitar rumah apai itu.butuh waktu sekitar setengah jam takin sudah penuh dengan kayu bakar walau belum semuanya terkumpul. teriknya matahari membuat nenek kelelahan dan ia memutuskan untuk berteduh dan bergabung dengan kami.
nenek bergabung dengan kami dan duduk membaur, karna itu terlalu letih ia memutuskan untuk berbaring dilantai, matanya menatap lurus kelangit-langit teras itu, angin yang sepoi-sepoi membelai tubuhnya sesekali nenek mengipas tubuhnya dengan handu yang tadi ia gunakan untuk penutup kepalanya sesekali ia mengusap peluh diwajah tuanya.lalu nenek bercerita pada saudara sulungnya yang sudah ada disana sejak tadi siang kalau semalam ia menonton video dokumentasi pertandingan cucunya. ia bercerita dengan sangat berapi-api bahwa cucunya begitu hebat dalam adu jotos, mereka membanding-bandikan dengan aksi actor mandarin yang menjadi idola mereka yaitu jacki chan, lalu cerita mereka melebah dengan berbagai adegan dalam beberapa film yang pernah mereka tonton, mendengar cerita dari adiknya itu membuat saudara nenek itu sangat ingin menyaksikan video itu namun sayang sekali karna bateri laptop sudah ngedrop semalam, sehingga pupuslah sudah harapan nenek, " ia nantilah nunggu kamu kesini lagi kita melihat video itu" tutur nenek itu kepada ku.
seminggu berlalu sudah dari pertemua kami itu, aku mendapatkan telepon yang mengabarkan jika tadi pagi nenek ditemukan tersungkur di dapar dekat tungku dapur dimana tempat setiap pagi nenek itu menanak air. mendapat kabar itu saya dan keluarga langsung menuju ke sana ketempat nenek. setiba disana ku lihat sudah banyak orang-orang berkumpul disana, kesedihan wajah mereka disana terlukis jelas tanpa perlu aku tanyakan. tetap saja hari ini aku masuk dari dapur karna ini kebiasaanku. kedatanganku kali ini tidak seperti kunjungan sebelum-sebelumnya, sejuta kesedihan berkecamuk didalam rasa, ku tatap satu demi satu orang-orang disana tidak ada satupun mulut dari mereka yang bernyali memaparkan pada ku, keberanian mereka menciut begitu saja melihat kedatangan ku. bukan apa-apa, bukan juga aku sebagai sosok yang paling di takuti, namun mereka tahu bahwa aku adalah cucu yang paling disayangi oleh nenek itu. adalah anak bungsu nenek itu yang berani membuka kata dengan ku. bahwa tadi pagi saat ia bangun ia menemukan nenek sudah tersungkur di dekat tungku dapur, ia angkat dan dipindakan ke tempat ruangan keluarga ini, dari sejak ditemukan tersungkur ini hingga sekarang belum ada sedikitpun kata yang keluar dari mulutnya, sekujur tubuhnya lumpuh begitu saja, tidak ada yang bisa digerakan, ku dekati nenek yang masih terbaring dipangkuan cucu yang ia rawat sejak usia 7 hari karna kedua orangtua cucunya itu bercerai. cucunya itu sudah tumbuh dewasa sudah sama besarnya dengan ku, usianya kini sudah 18 tahun. ia memangku neneknya dengan tertunduk dengan hati remuk redam pasti ia menyesali diri karna ia belum bisa memberikan apa-apa pada orang yang sudah merawat dan membesarkannya itu malahan sebaliknya sesekali sang neneklah yang memberinya uang saat ia kehabisan beras karna memang beberapa bulan ini ia mencoba hidup mandiri dan berumah sendiri.
ku pangil nenek dekat dengan telinganya perlahan dengan nada lirih tertahan, tidak ada jawaban, matanya yang sangat redup menatapku seolah-olah ingin bercerita padaku bahwa ia sedang sekarat, kutatap dalam-dalam wajah nenek itu, kucari jawaban atas pertanyaan kami semua yang ada sini, apa sebenarya yang tadi, namun semua itu menjadi semua dan pudar begitu saja ketika perlahan-lahan air mata dari wajah tua renta itu mengalir kepipinya. tepat pukul 03.00 nenek pulang pangkuan sang pencipta, tak satu patah katapun itu tinggalkan untuk kami yang mengasihi dan dikasihinya. semuanya berlalu begitu saja. kakak nenek itu juga sangat terpukul dengan kepergian adik tercintanya itu, karna hanya tinggal mereka berdua yang tersisa dan kini adiknya juga haru pergi, mengapa harus adiknya lebih dulu dipanggil bukan dia; begitu ratapan lirih diantara isak tangisnya.
hari-hari yang dilalu oleh kakak nenek itu semakin berat ia benar-benar kehilangan adiknya. sudah banyak pahit manis masa yang mereka lalu bersama sudah bertengah abad lamanya mereka mengembara dalam perjalanan hidup namun tidak dapat dipungkiri bahwa ia benar-benar berada pada sedih yang mendalam. keadaan itu membuat nenek tertua itu jatuh sakit terlebih-lebih semenjak kehilangan adiknya ia jarang sekali makan dan susah tidur walau sempat dirawat di rumah sakit. setelah tujuh bulan adiknya menghadap yang Maha Kuasa ia pun menyusul adiknya menghadap ilahi dalam damai.
ketika aku tiba dirumah duka itu, nenek tertua itu sudah terbujur kaku kutatap wajah yang sudah pucat pasi itu bak orang yang tertidur sangat lelap. kini ia bawa semua keinginannya untuk menonton video pertandingan cucu sulung adiknya itu. selamat jalan nenek, perjalanan kerumahmu memang berat, namun lebih berat ketika kami tidak lagi menemukan sambutan senyum manis dari kalian yang selama ini menghapus setiap letih kami. biarlah semua petuahmu akan menjadi ajimat kami.