Karet bukan tanaman asing bagi masyarakat Indonesia. Demam penanaman karet di Indonesai dimulai pada abad ke-19. Ketika itu para pedagang pesisir Sumatera dan Kalimantan yang singgah di Malaka tertarik dengan pembukaan perkebunan karet disana. Mereka kemudian membawa pulang biji-biji karet untuk ditanam di kampungnya.
Pada masa itu, penduduk umumnya membudidayakan karet sambil menanam padi. Jika tanah yang olah kurang subur, mereka pindah mencari lahan baru. Namun, mereka tetap memantau pertumbuhan karet yang telah ditanam secara berkala hingga dapat dipanen. Karena itu, sebagian besar perkebunan karet di Indonesia merupakan milik rakyat.
Tradisi menanam karet ini berlangsung hingga sekarang. Daerah yang merupakan pusat perkebunan karet nasional adalah Sumatera Selatan, Jambi, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Selatan.Seperti komoditas lain, tinggi rendahnya harga karet menjadi insentif petani untuk memelihara tanaman karetnya. Sayangnya harga karet bersifat fluktuatif.Ini semua membuat posisi karet alam kian sulit dan menjadi warning “kematian” masa depan karet alam. Adakah jalan keluar? petani karet miskin karena selama ini hasilnya hanya berorientasi pada getah. Padahal, bagian-bagian pohon karet bisa dimanfaatkan menjadi produk bernilai ekonomi. Kayunya misalnya, bisa dimanfaatkan untuk berbagai bahan perabotan atau mebeler.
Potensi ekonomi lainnya adalah biji karet. Selama ini biji karet hanya dibuang begitu saja seperti biji kapuk randu seolah-olah tidak ada nilainya. Padahal, biji karet amat potensial menjadi bahan baku biodiesel. Biji karet mengandung minyak lemak 40-50% bahan kering. Cuma, karena minyak biji karet memiliki angka iodium amat tinggi (132-141), akan menghasilkan biodiesel berangka setan tidak memenuhi syarat (<51). Namun, bukan berarti minyak lemak dari biji karet tidak bisa dimanfaatkan.
Minyak lemak dari biji karet bisa menjadi bahan pencampur (blending) yang baik untuk menaikkan iodium minyak lemak yang memiliki iodium yang rendah. Biodisel yang dibuat dari minyak sawit, minyak inti sawit, dan minyak kelapa misalnya, sekalipun berangka setan memuaskan dan bertitik kabut memenuhi syarat SNI (maksimum 18 derajat celcius) masih membutuhkan penyesuaian jika hendak dipakai atau di ekspor ke wilayah atau negara dingin atau negara yang memiliki empat musim.
Penyesuaian ini bisa berupa, pertama pembubuhan aditif penurun titik kabut. Atau kedua, pencampuran biodiesel berangka iodium 70-100 atau mungkin lebih baik lagi dilakukan pencampuran (blending) minyak-minyak bahan mentah lain sebelum dikonversi ke biodiesel.
Bersama minyak kemiri (Aleurites moluccana, angka iodium=136-167) dan minyak biji tembakau (Nicotiana Tabacum, angka iodium=129-142), minyak lemak biji karet (Havea brasilinesis, angka iodium=132-141) merupakan kandidat yang baik untuk menjadi pencampur biodiesel sawit. Dengan cara ini terbuka peluang bagi para petani karet untuk meraih pendapatan tambahan.
Ada lima kebijakan dalam mendukung pengembangan karet. Pertama, peningkatan produktivitas dan mutu melalui peremajaan karet partisipasif dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan. Kedua, pengembangan industri hilir dan peningkatan nilai tambah. Ketiga, fasilitasi dukungan penyedia dana, seperti subsidi bunga.
Keempat, pemberdayaan petani dan petugas. Kelima, pemantapan kelembagaan yang berkaitan dengan pengembangan tanaman karet, termasuk lembaga penelitian, penyuluhan, dan pembinaan petani. Program ini menargetkan ada pembukaan 50.000 hektar kebun karet baru tiap tahun hingga 2010. Sedangkan untuk peremajaan, ditargetkan seluas 250.000 hektar kebun rakyat bisa kembali selama lima tahun.
0 comments :
Post a Comment
Bagi anda yang ingin meninggalkan komentar dan tidak memiliki Akun, silahkan gunakankan Anonymous.
Anda boleh mengcopy sebagian atau seluruh isi blog ini dengan tetap mencantumkan alamat blog.
Terima kasih telah berkunjung
salam Hangat dari Admin Aneka Raga