Jakarta - Indonesia Corruption Watch (ICW) kembali unjuk gigi. Kali ini, LSM antikorupsi tersebut ke KPK untuk mengadukan dugaan korupsi praktik perkebunan ilegal di Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah yang merugikan negara hingga Rp 9 triliun.
Pelaporan dilakukan oleh peneliti ICW Febridiansyah, Donal Fariz, dan Tama S Langkun di Gedung KPK, Jl HR Rasuna Said, Kuningan, Jaksel, Senin (26/9/2011).
"Saat ini setidaknya ada dua sektor yang dominan terhadap kejahatan kehutanan, yaitu perkebunan kelapa sawit dan pertambangan dalam kawasan hutan," kata Febri.
Menurut Febri, ICW bersama Save Our Borneo (SOB) telah melakukan kajian terkait persoalan korupsi di sektor kehutanan pada dua Provinsi di Kalimantan, yakni Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah.
Kajian ini fokus pada 4 kabupaten, yaitu: Kalimantan Barat (Sambas, Ketapang, dan Bengkayan) dan Kalimantan Tengah di Kabupaten Seruyan.
"Hasilnya cukup mengejutkan, karena total kerugian negara dari 4 kabupaten tersebut mencapai Rp 9.146.223.897.000,00," ujarnya.
Dalam menghitung total kerugian negara tersebut, ICW, SOB dan KRB menggunakan 3 metode, yakni nilai kerugian negara dari tegakan kayu yang hilang, persentase nilai kerugian negara dari penerimaan PSDH (Provisi Sumber Daya Hutan) dan nilai kerugian negara dari penerimaan DR (Dana Reboisasi).
"Hasil kajian ICW, KRB dan SOB menemukan setidaknya 7 perusahaan yang diduga melakukan aktivitas penyerobotan kawasan hutan untuk kepentingan bisnis kelapa sawit di daerah Sambang, Ketapang dan Bengkayan," jelasnya.
Tidak jauh berbeda, di Kalimantan Tengah terjadi hal yang sama. Namun saja modusnya yang sedikit agak berbeda.
Di Kabupaten Seruyan, Oknum pejabat dengan Inisial DA diduga membentuk perusahaan-perusahaan 'boneka' untuk memberikan izin lokasi kepada perusahaan-perusahaan tertentu.
Karena itu, ICW cs meminta agar KPK melakukan proses hukum serius terkait praktik korupsi kehutanan ini. Lalu, KPK juga menempatkan strategi pengembalian kerugian keuangan negara yang hilang akibat kasus ini.
"Ketiga, agar pemerintah dan kementerian yang berwenang melakukan koreksi dan evaluasi terhadap perusahaan-perusahaan yang diduga melanggar ketentuan hokum dalam penerbitan izin atau konsensi kehutanan," kata dia.
Sumber: http://www.detiknews.com
Pelaporan dilakukan oleh peneliti ICW Febridiansyah, Donal Fariz, dan Tama S Langkun di Gedung KPK, Jl HR Rasuna Said, Kuningan, Jaksel, Senin (26/9/2011).
"Saat ini setidaknya ada dua sektor yang dominan terhadap kejahatan kehutanan, yaitu perkebunan kelapa sawit dan pertambangan dalam kawasan hutan," kata Febri.
Menurut Febri, ICW bersama Save Our Borneo (SOB) telah melakukan kajian terkait persoalan korupsi di sektor kehutanan pada dua Provinsi di Kalimantan, yakni Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah.
Kajian ini fokus pada 4 kabupaten, yaitu: Kalimantan Barat (Sambas, Ketapang, dan Bengkayan) dan Kalimantan Tengah di Kabupaten Seruyan.
"Hasilnya cukup mengejutkan, karena total kerugian negara dari 4 kabupaten tersebut mencapai Rp 9.146.223.897.000,00," ujarnya.
Dalam menghitung total kerugian negara tersebut, ICW, SOB dan KRB menggunakan 3 metode, yakni nilai kerugian negara dari tegakan kayu yang hilang, persentase nilai kerugian negara dari penerimaan PSDH (Provisi Sumber Daya Hutan) dan nilai kerugian negara dari penerimaan DR (Dana Reboisasi).
"Hasil kajian ICW, KRB dan SOB menemukan setidaknya 7 perusahaan yang diduga melakukan aktivitas penyerobotan kawasan hutan untuk kepentingan bisnis kelapa sawit di daerah Sambang, Ketapang dan Bengkayan," jelasnya.
Tidak jauh berbeda, di Kalimantan Tengah terjadi hal yang sama. Namun saja modusnya yang sedikit agak berbeda.
Di Kabupaten Seruyan, Oknum pejabat dengan Inisial DA diduga membentuk perusahaan-perusahaan 'boneka' untuk memberikan izin lokasi kepada perusahaan-perusahaan tertentu.
Karena itu, ICW cs meminta agar KPK melakukan proses hukum serius terkait praktik korupsi kehutanan ini. Lalu, KPK juga menempatkan strategi pengembalian kerugian keuangan negara yang hilang akibat kasus ini.
"Ketiga, agar pemerintah dan kementerian yang berwenang melakukan koreksi dan evaluasi terhadap perusahaan-perusahaan yang diduga melanggar ketentuan hokum dalam penerbitan izin atau konsensi kehutanan," kata dia.
Sumber: http://www.detiknews.com
0 comments :
Post a Comment
Bagi anda yang ingin meninggalkan komentar dan tidak memiliki Akun, silahkan gunakankan Anonymous.
Anda boleh mengcopy sebagian atau seluruh isi blog ini dengan tetap mencantumkan alamat blog.
Terima kasih telah berkunjung
salam Hangat dari Admin Aneka Raga