PONTIANAK—Ketua Lembaga Kajian Strategis dan Advokasi Umat (LKS-AU) Kalimantan Barat, Rousdy Said, mengatakan pemerintah pusat dan daerah harus lebih memperhatikan wilayah perbatasan. Sebab, saat ini beredar isu tentang pembentukan Negara Borneo Merdeka. “Indikasinya akan ada pertemuan beberapa tokoh penting Pulau Kalimantan (Sabah, Sarawak, Kalteng, dan Kalbar). Pertemuannya di Sabah tahun 2009,” kata Rousdy, beberapa hari lalu.
Ancaman terhadap keutuhan NKRI ini, tambah dia, sebetulnya sudah bergulir sejak beberapa tahun lalu. Pertemuan-pertemuan rutin dilakukan oleh beberapa tokoh. Saat ini, LKS-AU sedang mencari dokumen resmi pernyataan atau konsep “Borneo Merdeka” yang digaungkan tersebut untuk dijadikan bukti konkrit. “Kenapa Sabah dan Sarawak? Soalnya ada fenomena Sabah dan Sarawak juga ingin melepaskan diri dari Negara Malaysia,” ujarnya.
Menyikapi kondisi ini, dia berharap pemerintah pusat dapat segera mengambil langkah antisipasi. Kesenjangan yang terjadi di wilayah perbatasan sebaiknya dapat ditekan supaya isu ini tidak semakin merebak. “Masyarakat perbatasan sudah ada yang mencetuskan ingin gabung ke Malaysia. Soalnya, mereka selama ini kurang diperhatikan. Kebutuhan hidup justru diperoleh dari negeri jiran,” ungkap dia.
Pemerintah provinsi, sambung Rousdy, sebetulnya sudah mengambil langkah tepat dengan meminta adanya penyerahan kewenangan dari pusat kepada daerah untuk mengelola perbatasan. Hanya saja, permintaan itu belum mendapat respon positif. Wilayah perbatasan tetap menjadi kewenangan pemerintah pusat melalui aparat keamanan. “Batam bisa mendapatkan otoritas tetapi Kalbar tidak. Padahal sebetulnya sama saja,” katanya.
Kondisi tersebut menurut dia telah diperparah lagi dengan kebijakan pemerintah menutup pintu masuk impor (termasuk Entikong) kecuali hanya di lima pelabuhan laut Indonesia. Dengan demikian, mulai 1 Januari tidak ada lagi impor melalui Entikong baik berupa makanan maupun minuman. Padahal, selama ini impor resmi melalui pintu masuk tersebut sudah menyumbang pendapatan miliaran rupiah setahun kepada pemerintah pusat sementara daerah tidak kebagian. Di sisi lain, persoalan tapal batas juga masih menjadi masalah sehingga mengesankan komitmen pemerintah untuk memberi payung hukum pasti bagi wilayah perbatasan masih kurang.(rnl)
Ancaman terhadap keutuhan NKRI ini, tambah dia, sebetulnya sudah bergulir sejak beberapa tahun lalu. Pertemuan-pertemuan rutin dilakukan oleh beberapa tokoh. Saat ini, LKS-AU sedang mencari dokumen resmi pernyataan atau konsep “Borneo Merdeka” yang digaungkan tersebut untuk dijadikan bukti konkrit. “Kenapa Sabah dan Sarawak? Soalnya ada fenomena Sabah dan Sarawak juga ingin melepaskan diri dari Negara Malaysia,” ujarnya.
Menyikapi kondisi ini, dia berharap pemerintah pusat dapat segera mengambil langkah antisipasi. Kesenjangan yang terjadi di wilayah perbatasan sebaiknya dapat ditekan supaya isu ini tidak semakin merebak. “Masyarakat perbatasan sudah ada yang mencetuskan ingin gabung ke Malaysia. Soalnya, mereka selama ini kurang diperhatikan. Kebutuhan hidup justru diperoleh dari negeri jiran,” ungkap dia.
Pemerintah provinsi, sambung Rousdy, sebetulnya sudah mengambil langkah tepat dengan meminta adanya penyerahan kewenangan dari pusat kepada daerah untuk mengelola perbatasan. Hanya saja, permintaan itu belum mendapat respon positif. Wilayah perbatasan tetap menjadi kewenangan pemerintah pusat melalui aparat keamanan. “Batam bisa mendapatkan otoritas tetapi Kalbar tidak. Padahal sebetulnya sama saja,” katanya.
Kondisi tersebut menurut dia telah diperparah lagi dengan kebijakan pemerintah menutup pintu masuk impor (termasuk Entikong) kecuali hanya di lima pelabuhan laut Indonesia. Dengan demikian, mulai 1 Januari tidak ada lagi impor melalui Entikong baik berupa makanan maupun minuman. Padahal, selama ini impor resmi melalui pintu masuk tersebut sudah menyumbang pendapatan miliaran rupiah setahun kepada pemerintah pusat sementara daerah tidak kebagian. Di sisi lain, persoalan tapal batas juga masih menjadi masalah sehingga mengesankan komitmen pemerintah untuk memberi payung hukum pasti bagi wilayah perbatasan masih kurang.(rnl)
0 comments :
Post a Comment
Bagi anda yang ingin meninggalkan komentar dan tidak memiliki Akun, silahkan gunakankan Anonymous.
Anda boleh mengcopy sebagian atau seluruh isi blog ini dengan tetap mencantumkan alamat blog.
Terima kasih telah berkunjung
salam Hangat dari Admin Aneka Raga